Info Terbaru 2022

Dasar-Dasar Keterampilan Berbicara

Dasar-Dasar Keterampilan Berbicara
Dasar-Dasar Keterampilan Berbicara
DASAR-DASAR KETERAMPILAN BERBICARA

A.Pengertian Keterampilan Berbicara.
Henry Guntur Tarigan (1981:15) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara ialah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyampaikan serta memberikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar mendapatkan informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. bila komunikasi berlangsung secara tatap muka ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.

Sejalan dengan pendapat di atas, Djago Tarigan (1990:149) menyatakan bahwa berbicara ialah keterampilan memberikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa ekspresi sebagai media  penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula.

Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 23) mengemukakan pula bahwa kemampuan berbicara ialah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, memberikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Beberapa pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa berbicara itu lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak.


B.   Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara ialah untuk berkomunikasi. Agar sanggup memberikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan, pembicara harus mengevaluasi imbas komunikasinya terhadap para pendengarnya.

Tujuan umum berbicara berdasarkan Djago Tarigan (1990:149) terdapat lima golongan berikut ini:

1)   Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan banyak sekali cara, menyerupai humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana bangga pada pendengarnya.

2)   Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: (a). menjelaskan suatu proses; (b). menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal; (c). memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan; (d). menjelaskan kaitan.

3)   Menstimulasi

Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya, alasannya ialah berbicara itu harus pandai merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini sanggup tercapai bila pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan harapan pendengarnya.

4)   Menggerakkan.
Dalam berbicara untuk menggerakkan dibutuhkan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara sanggup menggerakkan pendengarnya.

C.Jenis-jenis Berbicara
Secara garis besar jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di muka umum dan berbicara pada konferensi. Guntur Tarigan (1981: 22-23) memasukkan beberapa acara berbicara ke dalam kategori tersebut.

1.Berbicara di Muka Umum
Jenis pembicaraan meliputi hal-hal berikut.

  1.  Berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif (informative speaking).
  2.  Berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak, atau meyakinkan (persuasive speaking).
  3. Berbicara dalam situasi yang bersifat merundingkan dengan damai dan hati-hati (deliberate speaking).
2.Diskusi Kelompok
Berbicara dalam kelompok meliputi acara berikut ini.

a. Kelompok resmi (formal)
b. Kelompok tidak resmi (informal)

3. Prosedur Parlementer

4. Debat
Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat sanggup diklasifikasikan atas tipe­tipe berikut ini.

a.Debat parlementer atau majelis
b.Debat investigasi ulangan
c.Debat formal, konvensional atau debat pendidikan

Pembagian di atas sudah terang bahwa berbicara mempunyai ruang lingkup pendengar yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas, berarti ruang lingkupnya juga lebih luas. Sedangkan pada konferensi ruang lingkupnya terbatas.

D.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara
Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-20) mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik , seorang pembicara harus menguasai perkara yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan terang dan tepat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara ialah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.

Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi; ketepatan ucapan,  penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan target kebahasaan. Faktor-faktor nonkebahasaan meliputi; perilaku yang wajar, damai dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak­ gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara. kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik.

Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat kebahasaan maupun yang nonkebahasaan, keduanya dihentikan diabaikan apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan sistematis.

E.     Ciri-ciri Pembicara Ideal
Rusmisti (2002:30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta sanggup diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri tersebut meliputi hal-hal di bawah ini.

  1. Memilih topik yang tepat. Pembicara yang baik selalu sanggup menentukan materi atau topik pembicaraan yang menarik, konkret dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga selalu mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengamya.
  2. Menguasai materi. Pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai materi yang akan disampaikannya.
  3. Memahami latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara yang baik bemsaha mengumpulkan informasi perihal pendengamya.
  4. Mengetahui situasi. Mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
  5. Tujuan jelas. Pembicara yang baik sanggup merumuskan tujuan pembicaranya yang tegas, jelas, dam gambling.
  6. Kontak dengan pendengar. Pembicara berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengamya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.
  7. Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara sanggup menentukan dan memakai kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, sanggup menyajikan materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan gampang dipahami.
  8. Menguasai pendengar. Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian pendengamya, sanggup mengarahkan dan menggerakkan pendengamya ke arah pembicaraannya.
  9. Memanfaatkan alat bantu.
  10. Penampilannya meyakinkan.
  11. Berencana.
F.     Hambatan dalam Kegiatan Berbicara

Tidak semua orang mempunyai kemahiran dalam berbicara di muka umum. Namun, keterampilan ini sanggup dimiliki oleh semua orang melalui proses berguru dan latihan secara berkesinambungan dan sistematis. Terkadang dalam proses berguru mengajar pun belum bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang merupakan kendala dalam acara berbicara. Rusmisti (2002: 32) mengemukakan bahwa kendala tersebut terdiri atas kendala yang datangnya dari pembicara sendiri (internal) dan kendala yang tiba dari luar pembicara ( eksternal).

Hambatan Internal
Hambatan internal ialah kendala yang muncul dari dalam diri pembicara. Hal-hal yang sanggup menghambat acara berbicara ini sebagai berikut.

1) Ketidaksempurnaan alat ucap
Kesalahan yang diskibatkankurang tepat alat ucap akan mempengaruhi kefektifan dalam berbicara, pendengar pun akan salah menafsirkan maksud pembicara.

2) .Penguasaan komponen kebahasaan
Komponen kebahasaan meliputi hal-hal berikut ini.

a.    Lafal dan intonasi,
b.    Pilihan kata (diksi),
c.    Struktur bahasa,
d.    Gaya bahasa.

3) Penggunaan komponen isi
Komponen isi meliputi hal-hal berikut ini.
a. Hubungan isi dengan topik,
b. Struktur isi,
c. Kualitas isi,
d. Kuantitas isi.

4) Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental
Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan berbicara.


Hambatan Eksternal
Selain kendala internal, pembicara akan menghadapi kendala yang tiba dari luar dirinya. I Ismbatan ini kadang kala muncul dan tidak disadari sebelumnya oleh pembicara. Hambatan eksternal meliputi hal-hal di bawah ini.
a.    Suara atau bunyi
b.    Kondisi ruangan
c.    Medis
d.    Pengetahuan pendengar

G.    Sikap Mental dalam Berbicara
Kegiatan berbicara merupakan acara yang membutuhkan banyak sekali macam pengetahuan dan kemampuan yang sangat kompleks, salah satunya ialah perilaku mental. Sikap mental yang harus dibina oleh seorang pembicara pada dikala berbicara dijelaskan berikut ini.

1.Rasa Komunikasi
Dalam berbicara harus terdapat keakraban antara pembicara dan pendengar. Jika rasa keakraban itu tumbuh. Dapat dipastikan tidak akan terjadi proses komunikasi yang timpang. Pembicara yang baik akan berusaha untuk menumbuhkan suasana komunikasi yang erat, menyerupai dalam pembicaraan sehari-hari. Respon yang diharapkan dari pendengar ialah komunikasi yang aktif.

2.Rasa Percaya Diri
Seorang pembicara harus mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Rasa percaya ini akan menghilangkan keraguan, sehingga pembicara akan merasa yakin dengan apa yang disampaikannya.

3. Rasa Kepemimpinan
Aminudin (1983: 12) mengemukakan bahwa rasa kepemimpinan yang berafiliasi dengan acara berbicara ialah rasa percaya diri dari pembicara bahwa dirinya bisa mengatur, menguasai, dan menjalin suasana dekat dengan pendengarnya, serta bisa memberikan gagasan-gagasannya dengan baik.

Pembicara yang mempunyai kemampuan dan mental pemimpin akan bisa mengatur dan mengarahkan pendengar biar berkonsentrasi terhadap pokok pembicaraan yang sedang dibahas.


H. Penilaiann Keterampilan Berbicara
Keberhasilan suatu acara tentu memerlukan penilaisn. Pengajaran keterampilan berbicara merupakan salah satu acara di dalam pengajaran bahasa Indonesis yang memerlukan penilaisn tersendiri.

Berikut ini terdapat beberapa hal yang akan dipaparkan mengenai kriteris penilaisn dalam pengajaran keterampilan berbicara. Suhendar (1992: 118-131) mengemukakan bahwa bila kita akan menilai kemampuan berbicara seseorang sekurang-kurangnya ada enam hal yang harus diperhatikan. Keenam tersebut sebagai berikut:

  1.     lafal,
  2.     struktur,
  3.     kosakata,
  4.     kefasihan,
  5.     isi pembicaraan,
  6.     pemahaman.
Sapani (1990: 12-16) beropini mengenai penilaisn keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara ini meliputi tiga aspek sebagai berikut.
  1. Bahasa ekspresi yang digunakan, meliputi: lafal dan intonasi, pilihan kata, struktur bahasa, serta gaya bahasa dan pragmatik,
  2. Isi pembicaraan, meliputi: korelasi isi topik, struktur isi, kuantitas isi, sertakualitas isi,
  3. Tekrnk dan penampilan, meliputi: gerak-gerik dan mimik, korelasi dengan pendengar, volume suara, serta j alannya pembicaraan.
Dari kedua pendapat tokoh di atas, pada prinsipnya mengacu pada penilaisn kemampuan berbicara yang secara garis besar meliputi ke dalam tiga aspek, yaitu: menyangkut bahasa yang dilisankan, isi pembicaraan, teknik, dan penampilan.

I. Praktik Kemampuan Berbicara

1. Berdialog
Berdislog sanggup disrtikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua orang atau lebih disebut dislog. Fungsi utama berdislog ialah bertukar pikiran, mencapai mufakat, atau mentndingkan sesuatu masalah.

Dislog sanggup diwujudkan dalam banyak sekali bentuk menyerupai bertelepon, bercakap-cakap. tanya jawab, wawancara, diskusi, musywarah, debat, dan symposium. Dislog sanggup terjadi kapan, di mana, dan perihal apa saja. Hal ini memperlihatkan bahwa dislog sanggup dilakukan dengan tema apa saj a, contohnya tema "Pemilu". Ketika animo kampanye tiba, orang-orang merasa tertarik apabila disjak bercerita perihal capres dan cawapres yang akan dipilihnya. Di antara mereka akan memaparkan beberapa kelebihan jagoarmya, baik dari pendidikan, agama, perhatiannya terhadap ekonomi, kemasyarakatan, KKN, kejujuran, dan amanah, bahkan hingga pada wawasannya perihal bangsa ini.

Dislog sanggup dilakukan sepanjang waktu. Apalagi bagi orang yang sedang menyukai tema­tema hangat. Waktu yang dipakai untuk berdislog bisa pagi, sisng, sore, maupun malam. Dislog pagi bissanya dilakukan di rumah, antara ayah, ibu, dan anak atau dengan sispa saja, terutama orang-orang yang dekat di hati. Kemudian, dislog sanggup dipakai di sisng hari. Hal ini temtama dalam acara resmi dengan sobat kulish, sobat kerj a, atau sispa saja yang sanggup menunjang karier penerima dislog. Nah, sore hari kembali dislog santai bissanya dilakukan dengan orang-orang yang mempunyai korelasi yang amat bersahabat. Kegiatan ini sanggup dilakukan di kantor, rumah, atau beranda tetangga.

Dislog sanggup dilakukan dilakukan di banyak sekali tempat. Tempat-tempat yang bissa terjadi interaksi dislog, contohnya di rumah, pasar, jalan raya, kantor, sekolah, rumah sakit, dan tempat­tempat umum lainnya.

Hal-hal yang perlu menerima perhatian ketika berdislog ialah (1) bagaimana seseorang menarik perhatian, (2) bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan, (3) bagimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari kejelasan, (4) bagaimana mengakhiri suatu percakapan.

Bahasa dalam dislog bissanya pendek-pendek. Namun demikisn, pembicaraan sanggup dipahami alasannya ialah disertai mimik yang mendukung. Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk paralinguistik yang amat penting dalam dislog.

Dalam pengajaran bahasa di sekolah, dislog perlu diberikan biar bawah umur terampil berbahasa dan sanggup bergaul di tengah masyarakat. Anggota masyarakat sering melaksanakan acara berdislog di Mar sekolah menyerupai bertelepon, bercakap-cakap, diskusi, dan musyawarah

2.      Menyampaikan Pengumuman
Menyampaikan pengumuman berarti memberikan sesuatu hal yang perlu diketahui oleh khalayak ramai. Kegiatan ini sanggup diwujudkan dalam bentuk pidato.

Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman di antaranya yaitu volume bunyi harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya penampilan yang menarik.

3.      Debat
Proses komunikasi untuk memberikan argumentasi lantaran harus mempertahankan pendapat disebut debat. Setisp pihak yang berdebat akan mengajukan argumentasi dengan memperlihatkan alasan tertentu biar pihak lawan atau penerima enjadi yakin dan berpihak serta baiklah terhadap pendapat-pendapatnya (Laksono, 2003:20).

Sebelum berdebat, penerima debat harus mempersispkan penyusunan materi dan argumentasi dengan rujukan yang memadai. Dalam debat, peminpin berhak menentukan apakah anggota kelompok (khalayak) sanggup bertanya kepada penerima debat (pembicara) atau tidak. Selain itu, peminpin debat harus menentukan perkara yang mengundang perdebatan. Kemudian panitis menyispkan dua kelompok yang bersedis memperdebatkan perkara yang sudah ditentukan. Kelompok A ialah kelompok yang menyetujui perkara sedangkan kelompok B ialah kelompok yang tidak menyetujui perkara itu.

Kisyani Laksono (2003:21-22) menjelaskan bahwa tata cara debat ialah berikut ini:

(1)   pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk mengaj ukan pendapat dan alasannya menyetujui hal itu,

(2)   pembicara ldari kelompok B diberi kesempatan selama + 4 menit untuk mengutarakan pendirisnnya yang menolak perkara yang diperdebatkan,

(3)   pembicara 2 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk menambah alasan-alasan mengenai pendirisn kelompoknya,

(4)   pembicara 1dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk memperjelas dan menambah alasan-alasan yang menolak perkara yang diperdebatkan,

(5)   pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan untuk menanggapi pendapat kelompok A. Sifat pembicaraannya menangkis apa yang diutarakan kelompok A. Kelemahan-kelemahan dan alasan kelompok A diserang, sementara itu pembicara akan lebih memperlihatkan alasan­alasan yang menolak perkara yang diperdebatkan. Kelompok penyanggah (B) yang diwakili pembicara ! ini harus benisaha mempengaruhi khalayak supaya berpihak pada kelompoknya. Kesempatan yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok B ini ± 4 menit,

(6)   pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan untuk menangkis alasan-alasan yangyang diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan dan bukti yang kuat. Waktu yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok A ini ± 4 menit,

(7)   Kesempatan + 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B dipakai untuk membuat simpulan dan sekaligus menolak serta menandaskan alasan-alasan kelompoknya,

(8)   Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A dipakai untuk menangkis, menambah alasan, memperlihatkan kelemahan lawan, membuat simpulan dan memperlihatkan bahwa pendirisn kelompoknya ialah benar.

4.      Bercerita
Sejak zaman dahulu ibu kita mempunyai kebissaan bercerita ketika meninabobokan anaknya di daerah tidur. Nah, ibu atau orangtua yang mahir bercerita akan disenangi anak-anaknya. Melalui bercerita sanggup dijalin korelasi yang akrab.

Selain itu, manfaat bercerita di antaranya yaitu (1) memperlihatkan hiburan, (2) mengajarkan kebenaran, dan (3) memperlihatkan keteladanan.

Seorang pendongeng sanggup berhasil dengan baik apabila is sanggup menghidupkan cerita. Artinya dalam hal ini pendongeng harus sanggup membangkitkan daya imajinasi anak. Untuk itu, bissanya pendongeng mempersispkan diri dengan cara:

a.       Memahami pendengar (audiens),
b.      Menguasai materi cerita,
c.       Menguasai olah suara,
d.      Menguasai banyak sekali maacam karakter
e.       Luwes dalam berolah tubuh, dan
f.       Menjaga daya tahan tubuh.

Selain itu, terdapat enam jums mendongeng yaitu:
a.    Menciptakan suasana akrab,
b.    Menghidupkan cerita

Ø    Teknik membuka cerita.
Ø    Menciptakan suasana dramatik.
Ø    Menutup yang membuat penasaran

c.    Kreatif,
d.   Tanggap dengan situasi dan kondisi,
e.    Konsentrasi total, dan

f.    Ikhlas.
Untuk mahir bercerita dibutuhkan persispan dan latihan. Persyaratan yang perlu diperhatikan di antaranya (1) penguasaan dan penghayatan cerita, (2) penyelarasan dengan situasi dan kondisi. (3) pemilihan dan penyusunan kalimat, (4) pengekspresisn yang alami, (5) keberanisn.

Selain itu, Nadeak (1987) mengemukakan 18 hal yang berkaitan dengan bercerita yaitu (1) menentukan kisah yang tepat, (2) mengetahui cerita, (3) mencicipi cerita, (4) menguasai kerangka cerita, (5) menyelaraskan cerita, (6) pemilihan pokok kisah yang tepat, (7) menyelaraskan dan menyarikan cerita, (8) menyelaraskan dan memperluas, (9) mederhanakan cerita, (10) menceritakan kisah secara langsung, (11) bercerita dengan badan yang alamish, (12) menentukan tujuan, (13) mengenali tujuan dan klimalcs, (14) memfungsikan kata dan percakapan dalam cerita. (15) melukiskan kej adisn, (16) tetapkan sudut pandang, (17) membuat suasana dan gerak, (18) merangkai adegan.

5.      Bermusyawarah
Musyawarah mengandung arti negosiasi yaitu membicarakan sesuatu supaya mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak gampang lantaran setisp orang mempunyai kepentinganpribadi. Dalam suatu musyawarah yang penting ialah kepentingan orang banyak, setisp orang mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan umum.

Dalam suatu musyawarah dipimpin oleh seorang pimpinan musyawarah yang lazim disebut pimpinan sidang. Pimpinan sidang berhak membuat tata tertib musyawarah dan tata tertib pelaksanaan. Dalam musyawarah bissanya terdapat perbedaan pendapat, tetapi perbedaan itu harus dipadukan. Bila tidak maka bissa dismbil voting (suara terbanyak). Itulah hal yang istimewa dari musyawarah yang berbeda dengan diskusi. Dalam musyawarah selalu ada kesimpulan.

6.      Diskusi
Nio (dalam Haryadi, 1981:68) menyampaikan diskusi islah proses penglibatan dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Sementara itu lagi Brilhart (dalam Haryadi, 1997:68) menjelaskan diskusi ialah bentuk tukar pikiran secara teratur dan terarah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk pengertisn, kesepatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dengan demikisn, dalam sebuah diskusi harus ada sebuah perkara yang dibicarakan, moderator yang memimpin diskusi, dan ada diskusi yang sanggup mengemukakan pendapat secara teratur. Dan kedua batasan tersebut sanggup disimpulkan bahwa esensi diskusi ialah (1) partisipan lebih dan seorang, (2) dilaksanakan dengan bertatap muka, (3) memakai bahasa lisan, (4) bertujuan untuk mendapatkan kesepatan bersama, (5) dilakukan dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.

Hal-hal yang perlu dijalin dalam berdiskusi berdasarkan Dipodjoyo dalam Haryadi (1997: 69) yaitu perilaku koperatif, semangat berintersaksi, kesadaran berkelompok, bahasa sebagai alat berkomunikasi, dan kemampuan memahami persoalan. Sekain itu pula, ketika proses diskusi berlangsung hendaknya penerima diskusi mendengarkan uraisn dengan penuh perhatian, menghilangkan perilaku emosional danpurbasangka, menangkap gagasan utama dan gagasan penjelas serta mempertimbangkannya.

Selain itu, ketika memberikan sanggahan, hendaklah disampaikan secara santun yaitu (1) pertanyaan dan sanggahan disjukan secara terang dan tidak berbelit-belit, (2) pertanyaan dan sanggahan disjukan secara santun, menghindari pertanyaan, permintaan, dan perintah langsung, (3) diusahakan biar pertanyaan dan sanggahan tidak ditafsirkan sebagai bantahan atau debat. Sementara itu, dalam memperlihatkan tanggapan pun harus dipenuhi empat hal yaitu (1) balasan atau tanggapan harus berafiliasi dengan pertanyaan atau tanggapan itu saj a, (2) balasan harus objektif dan memuaskan banyak sekali pihak, (3) prasangka dan emosi harus dihindarkan, (4) bersikap jujur dan tents terang apabila tidak bisa menjawab.

Proses dan kesimpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang masuk akal. Dengan kata lain persetujuan diskusi akan lebih baik apabila diikuti dengan argumen. Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut dihindari. Selain itu hasil diskusi itu harus didasarkan pada objektivitas dan kemaslahatan bersama. Pengaambilan keputusan dilakukan pasa dikala yang tepat, yaitu apabila sudah banyak persamaan pendapat, moderator segera mengambil keputusan. Diskusi akan berlarut-larut apabila moderator terlambat menyimpulkan hasil.

7.  Berpidato
Komunikasi lisan, khususnya pidato sanggup dilakukan dengan cara impromtu, menghapal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu. ketika menyusun pidato perlu diperhatikan:

a.    Pengumpulanbahan;
b.    Garis besar pidato;
c.    Uraisn secara detail.

Pidato yang baik memerlukan latihan. dengan kata lain latihan pidato mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik. nada bicara, intonasi dan waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. B issanya pidato bertujuan untuk mendorong. meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.

Sebelum mengadakan pidato. hal yang perlu diperhatikan ialah menganalisis pendengar:
a.    Jumlah pendengar;
b.    Tujuan mereka berkumpul;
c.    Adat kebissaan mereka;
d.    Acara lain;
e.    Tempat berpidato;
f.    Usia pendengar;
g.    Tingkat pendidikan pendengar;
h.    Keterikatan korelasi batin dengan pendengar; dan
i.     Bahasa yang bissa digunakan.

Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat pendengar, lantaran sanggup menyajikan pesan dengan terang sehingga memudahkan pemahaman, mempenegas gagasan pokok, dan memperlihatkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang lofts. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasisn pesan yang baik dan tersusun.

Organisasi pesan sanggup mengikuti enam macam urutan yaitu : deduktif, induktif, kronologis, logis, spasisl, dan topikal. Selain itu pula, setisp pidato hendaknya membuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyustm dan membawakan suatu pidato yaitu: garis besar terdiri dart tiga bagian, yaitu pengantar, isi, dan penutup; lambang-lambang yang dipakai untuk mcnunjukkan bagian-bagian tidak membingungkan; enulisan pokok pikiran utama dengan pokok pikiran penjelas harus dibedakan.

Dalam kaitan dengan nilai komunikasinya, maka pidato harus memakai kata-kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus terang dalam arti kata-kata yang dipilih dihentikan mengandung makna ganda, sehingga pendengar meras galau dalam menafsirkan pembicaraan.Oleh lantaran itu, susunan kata-kata harus sanggup dipakai untuk mengungkapkan gagasan secara cermat.

Untuk mencapai kejelasan dalam menentukan kata-kata tersebut haruslah diperhatikan hal-hal  berikut:

  1. Gunakanlah kata yang spesifik, maksudnya janganlah memakai kata-kata yang terlalu urnum artinya, sehingga mengundang majemuk penafsiran;
  2. Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang gampang dipahami dengan cepat;
  3. Hindarilah istilah-istilahteknis, maksudnya janganlah memakai istilah-istilah yang sekiranya tidak sanggup dipahami pendengar pada umumnya;
  4. berhematlah dalam memakai kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan memakai kalimat efektif;
  5. Gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan kata­- kata yang berbeda, maksudnya ialah memperlihatkan tekanan terhadap gagasan utama untuk memperjelas kembali.
Terakhir, hal yang perlu diperhatikan yaitu cara membuka dan menutup pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok pembicaraan menerima perhatian pendengar sebaik-baiknya yaitu dengan cara:
  1. Langsung menyebutkan pokok persoalan;
  2. Melukiskan latar belakang masalah;
  3. Menghubungkan dengan insiden mutakhir atau kejadisn yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak;
  4. Menghubungkan dengan insiden yang sedang diperingati;
  5. Menghubungkan dengan daerah komunikator berpidato;
  6. Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak;
  7. Menghubungkan dengan kejadisn sejarah yang terjadi masa lalu;
  8. Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar;
  9. Memberikan puj isn kepada khalayak atas prestasi mereka;
  10. Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan;
  11. Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan;
  12. Menyatakan kutipan;
  13. Menceritakan pengalaman pribadi;
  14. Mengisahkan kisah faktual, fiktif, atau situasi hipotesis;
  15. Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diskui kebenarannya;
  16. Membuat humor.

Dalam membuka pidato, kita tinggal menentukan satu di antara cara-cara tersebut di atas sesuai dengan jumlah waktu yang tersedis, topik, tujuan, situasi, dan pendengar itu sendiri.

Adapun cara menutup pidato, sebagai berikut:

  1. Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan;
  2. Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda;
  3. Mendorong khalayak untuk bertindak
  4. Mengakhiri dengan klimaks;
  5. Mengatakan kutipanal-quran, sajak, peribahasa, atau ucapan para ahli;
  6. Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaran;
  7. Menerangkan maksud bersama-sama pribadi pembicara:
  8. Menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato di atas bukanlah cara yang mutlak dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini sanggup berubah-ubah sesuai dengan kemampuan pembicara dalam mengatur taktik membuka dan menutup pidato berdasarkan variasi dan kreativitas.
Advertisement

Iklan Sidebar