Info Terbaru 2022

Pidato H.Bj. Habibie Yang Memukau Dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila

Pidato H.Bj. Habibie Yang Memukau Dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila
Pidato H.Bj. Habibie Yang Memukau Dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila
Pidato H.Bj. Habibie yang Memukau dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila

Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.

Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno memberikan pandangannya ihwal fondasi dasar Indonesia Merdeka yang ia sebut dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami banyak sekali kerikil ujian dan dinamika sejarah sistem politik, semenjak jaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, periode Orde Baru hingga demokrasi multipartai di periode reformasi dikala ini. Di setiap jaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.

Sejak 1998, kita memasuki periode reformasi. Di satu sisi, kita menyambut besar hati munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di banyak sekali bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Di manakah Pancasila kini berada?

Pertanyaan ini penting dikemukakan alasannya semenjak reformasi 1998, Pancasila seakan-akan karam dalam pusaran sejarah masa kemudian yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila ibarat tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?
Para hadirin yang berbahagia,
Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang kemudian -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada dikala ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:
  1. terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
  2. perkembangan gagasan hak asasi insan (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi insan (KAM);
  3. lonjakan pemanfaatan teknologi gosip oleh masyarakat, di mana gosip menjadi kekuatan yang amat besar lengan berkuasa dalam banyak sekali aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" gosip dengan segala dampaknya.
Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak sikap kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi dikala ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut diharapkan reaktualisasi nilai-nilai pancasila biar sanggup dijadikan contoh bagi bangsa Indonesia dalam menjawab banyak sekali perkara yang dihadapi dikala ini dan yang akan datang, baik perkara yang tiba dari dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melaksanakan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut mengakibatkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia.

Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akhir dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa kemudian yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai potongan dari masa kemudian dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional' ihwal pentingnya kehadiran Pancasila sebagai grundnorm (norma dasar) yang bisa menjadi payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang bermacam-macam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika dikala ini.

Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang bekerjasama dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini mangkir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa kemudian memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai "tidak Pancasilais" atau "anti Pancasila" . Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang dipakai untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di periode reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan alasannya dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai stress berat sejarah yang harus dilupakan.

Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, berdasarkan saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah periode atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila yakni dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang berjulukan Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah periode pemerintahan!

Para hadirin yang berbahagia,
Pada refleksi Pancasila 1 Juni 2011 dikala ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah dikemukakan banyak kalangan yakni perlunya kita melaksanakan reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi banyak sekali permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, memerlukan solusi yang tepat, bersiklus dan terarah dengan mengakibatkan nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.

Oleh alasannya Pancasila tak terkait dengan sebuah periode pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde Baru dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap sikap kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam memasuki periode globalisasi di banyak sekali bidang yang kian kompleks dan rumit.

Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang sempurna manakala kita menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa yang beragam ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukan relevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme kelompok dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan dalam menuntaskan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan teror kekerasan tersebut memperlihatkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan masih jauh dari kenyataan.

Krisis ini terjadi alasannya luruhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya ruang publik sebagai ajang perundingan dan ruang pertukaran komunikasi bersama atas dasar solidaritas warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi jalur antara bagi hadirnya ratifikasi egoisme kelompok dan partisipasi politik atas nama pengedepanan politik komunal dan pengabaian terhadap hak-hak sipil warganegara serta pelecehan terhadap supremasi hukum.

Dalam perspektif itulah, reaktualisasi Pancasila diharapkan untuk memperkuat paham kebangsaan kita yang beragam dan memperlihatkan tanggapan atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma usang yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru membuatnya teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah tata nilai luhur (noble values), Pancasila perlu diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih ‘membumi' sehingga gampang diimplementasikan dalam banyak sekali bidang kehidupan.

Para hadirin yang berbahagia,
Sebagai ilustrasi misalnya, jikalau sila kelima Pancasila mengamanatkan terpenuhinya "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", bagaimana implementasinya pada kehidupan ekonomi yang sudah menggobal kini ini?

Kita tahu bahwa fenomena globalisasi memiliki banyak sekali bentuk, tergantung pada pandangan dan sikap suatu Negara dalam merespon fenomena tersebut. Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, yakni pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke Negara lain, yang sehabis diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke Negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain. Ini yakni penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru".

Implementasi sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam makna neo-colnialism atau "VOC-baju baru" itu yakni bagaimana kita memperhatikan dan memperjuangkan "jam kerja" bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara meningkatkan kesempatan kerja melalui banyak sekali kebijakan dan taktik yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan perjuangan meningkatkan "Neraca Jam Kerja" tersebut, kita juga harus bisa meningkatkan "nilai tambah" banyak sekali produk kita biar menjadi lebih tinggi dari "biaya tambah"; dengan ungkapan lain, "value added" harus lebih besar dari "added cost". Hal itu sanggup dicapai dengan peningkatan produktivitas dan kualitas sumberdaya insan dengan mengembangkan, menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam lembaga yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya dalam banyak sekali aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan. Yang juga tidak kalah penting yakni tugas para penyelenggara Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam banyak sekali kebijakan yang dirumuskan dan agenda yang dilaksanakan. Hanya dengan cara demikian sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai pandangan hidup akan sanggup ‘diaktualisasikan' lagi dalam kehidupan kita.

Memang, reaktualisasi Pancasila juga meliputi upaya yang serius dari seluruh komponen bangsa untuk mengakibatkan Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di masa tiba sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas banyak sekali macam perkara bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara itu akan ditempatkan dalam kesadaran baru, semangat gres dan paradigma gres dalam dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia.

Para hadirin yang saya hormati,
Oleh alasannya itu saya menyambut besar hati upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan kembali empat pilar kebangsaan yang fundamental: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Keempat pilar itu bergotong-royong telah usang dipancangkan ke dalam bumi pertiwi oleh para founding fathers kita di masa lalu. Akan tetapi, alasannya jaman terus berubah yang kadang berdampak pada terjadinya diskotinuitas memori sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar tersebut, sangat relevan dengan problematika bangsa dikala ini. Sejalan dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan upaya mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar kebangsaan tersebut.

Marilah kita jadikan momentum untuk memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai weltanschauung, yang sanggup menjadi fondasi, perekat sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita, ibarat nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan keadilan sosial, saya yakin bangsa ini akan sanggup meraih kejayaan di masa depan. Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara.

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang bersiklus dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Saya yakin, meskipun kita berbeda suku, agama, adat istiadat dan afiliasi politik, jikalau kita mau bekerja keras kita akan menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa yang akan datang.

Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan kembali memori publik ihwal dasar negaranya tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para penyelenggara negara di tingkat sentra hingga di tempat dalam menjalankan roda pemerintahan yang telah diamanahkan rakyat melalui proses pemilihan pribadi yang demokratis. Saya percaya, demokratisasi yang dikala ini sedang bergulir dan proses reformasi di banyak sekali bidang yang sedang berlangsung akan lebih terarah manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya.
Wassalamu ‘alaikum wr wb.
Advertisement

Iklan Sidebar