Info Terbaru 2022

Contoh Monolog - Acara Berkomunikasi Satu Arah Yang Baik Dan Benar

Contoh Monolog - Acara Berkomunikasi Satu Arah Yang Baik Dan Benar
Contoh Monolog - Acara Berkomunikasi Satu Arah Yang Baik Dan Benar

CONTOH MONOLOG

Monolog ialah kegiatan berkomunikasi atau berbicara yang dilakukan dalam satu arah. Dalam monolog ini hanya ada seorang pembicara, dan yang lain sebagai pendengar. Pembicaraan hanya terjadi dalam satu arah. Yang termasuk dalam bentuk berbicara monolog dan akan dibahas dalam potongan ini ialah perkenalan, bercerita, dan pembawa acara. Pidato juga termasuk jenis monolog, namun lantaran pidato ini memerlukan uraian yang panjang, maka dalam diktat Berbicara Retorik yang sederhana ini problem pidato akan dibahas dalam potongan tersendiri.


A. Perkenalan

Perkenalan merupakan salah satu kegiatan berbicara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perkenalan ini kita akan dikenal oleh orang lain dan akan menjadikan kekerabatan yang akrab. Perkenalan sanggup dilakukan sendiri dan juga bisa diperkenalkan oleh orang lain. Dalam perkenalan, ada hal-hal yang perlu menerima perhatian dari orang yang memperkenalkan diri, atau pun orang yang diperkenalkan. Hal-hal yang akan disebutkan atau diperkenalkan perlu diperhatikan lantaran budaya tempat tertentu juga mempengaruhi apa yang akan disebutkan. Masalah usia kadang ada orang yang merasa tidak suka untuk disebutkan dalam perkenalan.

Widyamartaya (2002: 22-23) mengemukakan bahwa perkenalan sanggup dilakukan dengan menyebutkan hal-hal berikut:


  1. Sekitar nama, makna dan latar pinjaman nama, lebih-lebih bila ada sesuatu yang istimewa terkait dengan nama tersebut,
  2. ekitar tempat tinggal: ceritakan perihal rumah, desa atau kampung Anda, lebih-lebih sesuatu yang istimewa, dan sebagainya,
  3. Sekitar hobi, alasannya ialah menentukan hobi itu, bagaimana memupuk hobi itu, sudah berapa usang berlangsung, dan sebagainya,
  4. Sekitar keluarga, jumlah saudara, jumlah yang sudah berkeluar­ga/bekerja dan yang masih sekolah, pekerjaan ayah dan ibu, dan sebagainya,
  5. Sekitar cita-cita
  6. Pendidikan atau instansi tempat bekerja, dan sebagainya.

Dalam program seminar atau program yang lain, biasanya perkenalan dilakukan oleh orang lain, biasanya pemimpin sidang atau moderator. Hal-hal yang perlu diperkenalkan berdasarkan Haryadi ( 1994) antara lain adalah:

1. Nama pembicara termasuk gelar,

2. Instansi dan jabatannya,

3. Pengalaman di bidang akademik serta riwayat pekerjaannya,

4. Pusat perhatian ilmiahnya,

5. Data hasil penelitian serta karya ilmiahnya terutama yang berkaitan dengan topik pembicaraan.

Menurut Asdi S. Dipodjojo (1982: 45-46) untuk memperkenalkan pembicara ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Lakukan perkenalan itu dengan sungguh-sungguh, penuh khitmat dan hormat. Hindari perilaku dan bunyi yang bernada sinis dalam memperkenalkan pembicara.

2. Lakukan yang wajar, artinya hormat dan khitmat tetapi tidak berlebih-lebihan atau over acting.

3. Perkenalan boleh juga dibumbui dengan humor dalam batas tetap menjaga perasaan pembicara,

4. Usahakan jangan terlalu banyak memakan waktu untuk perkenalan itu, sehingga perhatian pendengar tidak terpindahkan dari pembicara ke ketua sidang,

5. Berbicaralah yang cukup terpindahkan dari pembicara ke ketua sidang,

6. Berbicaralah yang cukup keras dan jelas, berilah tekanan kata-kata yang perlu, contohnya nama pembicara, judul pembicaraan, dan lain-lain.


B. Bercerita

Bercerita atau mendongeng ialah memberikan rangkaian insiden yang dialami oleh sang tokoh. Tokoh dongeng tersebut sanggup berupa manusia, binatang, dan makhluk-makhluk lain, baik tokoh-tokoh konkret maupun tokoh-tokoh rekaan.

Sebelum bercerita, perlu dilakukan pemilihan dongeng yang akan disampaikan. Menurut Wilson Nadeak (1987: 15) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan cerita, di antaranya adalah:

1. Untuk siapa dongeng itu?

2. Apa yang hendak dikemukakan atau diajarkan melalaui dongeng itu?

3. Bagaimana sumbernya, apakah layak dipercaya?

4. Apakah akan membangkitkan rasa pemberani, penurut, atau pengabdi?

5. Apakah dongeng itu memang baik untuk diceritakan?

Dalam memberikan dongeng atau bercerita harus memperhatikan unsur-unsur dongeng yang ada dalam cerita. Unsur dongeng yang diperhatikan tersebut antara lain adalah: (1) para tokoh dengan karakternya masing-masing, (2) setting atau latar tempat terjadinya peristiwa, (3) alur atau jalan cerita, dan (4) amanat atau tema cerita.

Menurut Haryadi (1994) keterampilan bercerita ini menuntut aneka macam kemampuan, di antaranya ialah kemampuan:

1. mengingat-ingat unsur cerita,

2. memakai bahasa yang baik secara improfisasi,

3. meragakan adegan,

4. menyelipkan humor yang segar,

5. menghayati cerita, dan

6. memberikan amanat.

Sementara itu, latihan bercerita sanggup dilakukan melalui aneka macam kegiatan, antara lain:

1. Reproduksi cerita, yaitu dengan cara membaca cerita, memahami dan mengahayatinya kemudian menceritakan dongeng tersebut kepada pihak lain.

2. Cerita berantai, yaitu dengan cara bercerita yang dilakukan oleh seseorang kepada temannya, dan temannya ini diminta menceritakan kembali kepada sahabat lainnya, dan seterusnya hingga semua menerima giliran untuk memberikan dongeng yang diterimanya kepada sahabat yang lain, dan

3. Bercerita bebas, yaitu bercerita perihal pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain yang dianggap paling menarik dalam hidup secara bebas.


C. Pembawa Acara

Pembawa program ialah orang yang pertama berbicara dalam suatu acara. Sebagai pembicara pertama, ia harus sanggup menarik perhatian hadirin untuk segera merasa terlibat dalam pertemuan itu. Kalau seorang pembawa program sanggup menarik perhatian hadirin atau audiens maka program akan sanggup berjalan dengan lancar dan baik, tetapi kalau gagal dalam menarik perhatian mereka maka akan menjadikan program yang pandunya menjadi tidak berhasil. Bahkan Wiyanto dan Astuti (2004) menyatakan bahwa kunci kesuksesan sebuah program berada di tangan pembawa acara.

Menurut Wiyanto dan Astuti (2004), pembawa program sering disebut sebagai MC (Master of Ceremony). Kedua istilah ini oleh masyarakat sering digunakan bergantian dengan arti yang sama. Kadang-kadang mereka menyebutnya pembawa acara, dan kadang kala juga menyebutnya MC. Kedua istilah itu gotong royong berbeda walaupun ada unsur persamaannya. Pembawa program sanggup bertugas pada program resmi dan tidak resmi, sedangkan MC hanya bertugas dalam program tidak resmi. Dengan demikian, dalam program tidak resmi pemandu acaranya sanggup disebut pembawa program dan juga sanggup disebut MC.

Selain istilah pembawa program dan MC, masyarakat juga mengenal dan sering memakai istilah protokol. Ada anggota masyarakat yang memakai istilah protokol ini dengan arti yang sama dengan istilah pembawa program atau MC, padahal istilah protokol dengan pembawa program dan MC ini mempunyai arti yang berbeda.

Kata protokol dalam KBBI (1990:704) diartikan sebagai: (1) surat-surat resmi yang memuat hasil negosiasi (persetujuan, dsb.); (2) peraturan upacara di istana kepala negara atau berkenaan dengan penyambutan tamu-tamu negara, dsb.; (3) orang yang bertugas mengatur jalannya suatu upacara; (4) jalan yang menjadi sentra keramaian lalu-lintas kota.

Kata protokol yang aslinya berasal dari bahasa Yunani, dalam bahasa Indonesia mula-mula diartikan sebagai tata tertib pergaulan internasional atau sopan-santun diplomatik. Dari pengertian ini kemudian berkembang sehingga istilah protokol diterapkan juga untuk upacara-upacara yang mencakup segala bentuk pertemuan, baik yang bersifat nasional maupun internasional, dan juga upacara yang resmi maupun setengah resmi, kenegaraan maupun sosial kemasyarakatan (Suyuti, 2002: 91). Semua hal yang mengatur pelaksanaan suatu kegiatan disebut dengan istilah protokoler.

Dalam hubungannya dengan praktik keprotokolan yang sesungguhnya Haryadi (1994) mengemukakan adanya beberapa hal yang perlu menerima perhatian, di antaranya:

1. Mengikuti rapat-rapat panitia semenjak awal sehingga mengetahui planning awal dan perubahan-perubahan yang terjadi,

2. Mengetahui secara mendalam perihal bentuk kegiatan, penanggung jawab kegiatan, pelaksana kegiatan, teknik pelaksanaan, perlengkapan yang diperlukan, dan susunan acara.

3. Menguasai susunan program dan petugasnya,

4. Mempersiapkan scrip atau konsep wacana yang akan disampaikan,

5. Menunjuk salah seorang sebagai pembantu/penghubung atau stage manager yang menjadi penghubung antara pembawa program dan pelaksana.



Satrio Wuryanto (1991: 3-4) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seseorang yang menjadi pembaca program atau MC, antara lain adalah:

1. Seorang yang akan menjalankan kiprah sebagai pembawa program hendaknya mempunyai (a) perilaku yang tegas dan disiplin yang tinggi, (b) volume bunyi yang konstan dan mantap, (c) kemampuan menguasai bahasa secara baik, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing, (d) kepekaan terhadap situasi, dalam arti bisa menguasai keadaan dan bisa mengambil keputusan, (e) sifat tidak gampang tersinggung, dan (f) berkepribadian.

2. Pembawa program ialah kemudi dari seluruh pelaksanaan kegiatan acara, oleh alasannya ialah itu harus terampil dengan cepat dan tanggap dalam membaca situasi.

3. Harus sanggup menempatkan diri cukup sopan dan simpatik

4. Mengetahui tempat posisi berdiri yang sempurna (menguasai arena kegiatan).

5. Pandai mengatur volume suara.

6. Tidak dibenarkan pembawa program mengulas atau memberi komentar pidato seseorang.

7. Mampu menguasai massa.

Sebagaimana orang berpidato, pembawa program juga harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan penampilannya di depan umum. Menurut Wiyanto dan Astuti (2004), beberapa hal yang harus diperhatikan tersebut antara lain adalah:

1. Cara Berpakaian

Seorang pembawa program harus berpakaian bersih, rapi, dan sesuai dengan program yang dipandunya.

2. Cara Bersikap

Pembawa program harus sanggup tampil tenang, wajar, dan sopan. Pembawa program yang tidak tenang, apalagi tingkah lakunya dibuat-buat, akan menawarkan kesan yang kurang baik.

3. Cara Memandang Hadirin

Pembawa program harus memandang semua hadirin, baik yang berada di sebelah kiri maupun sebelah kanan, baik yang ada di depan maupun yang ada di belakang.

4. Cara Berdiri

Pembawa program harus berdiri, kecuali apabila acaranya dihadiri oleh usul yang sangat terbatas dan semuanya duduk. Dalam situasi wajar, pembawa program terkesan kurang sopan kalau tidak berdiri. Cara berdirinya pun harus tegak jangan membungkuk. Jangan berdiri kaku ibarat robot, tetapi juga jangan terlalu santai ibarat mengobrol dengan teman.

5. Cara Memegang Mikrofon

Mikrofon yang sudah ada standarnya jangan dipegang-pegang. Selain menjadikan bunyi mendengung, juga mengesankan bahwa pembawa program tidak tenang. Pada awalnya memang boleh dipegang untuk memastikan bahwa mikrofon sudah siap dan untuk mengatur posisi yang pas. Posisi yang baik ialah jarak antara mikrofon dan lisan tidak terlalu dekat, kira-kira 20 cm saja.

6. Cara Memegang Catatan

Pembawa program sebaiknya membawa kertas berisi catatan susunan mata acara. Dengan adanya catatan yang setiap dikala sanggup dilihat pembawa acara, akan menawarkan kesan bahwa program demi program sudah direncanakan dan dipersiapkan dengan matang.

Cara membawa catatan juga tergantung pada situasi. Dalam siatuasi resmi, biasanya catatan itu berupa daftar susunan program yang sudah diketik rapi pada kertas dan diletakkan dalam map. Cara memegangnya, pembawa program berdiri tegak dan kedua tangannya memegang map berisi susunan program yang akan dibacakan. Setiap selesai dibaca, map itu ditutup kemudian dipegang oleh kedua tangan.

Dalam program setengah resmi atau tidak resmi, kertas kecil yang berisi catatan susunan program dipegang tangan kiri, sementara asisten sanggup digerak-gerakkan secara impulsif menyertai pembicaraan.



7. Cara Mengakhiri Acara

Kalau semua mata program yang direncanakan sudah terealisasi dan program sudah dinyatakan selesai, pembawa program harus tetap berdiri sambil memandang hadirin yang bergerak keluar. Dengan cara ibarat ini, pembawa program bermaksud mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang telah mengikuti program demi program dengan tertib.

Menurut Suyuti (2002: 105), kiprah utama pembawa program adalah:

1. Menginformasikan urutan program yang akan berlangsung dan memandunya dari awal hingga selesai.

2. Mengusahakan segenap hadirin tertarik untuk mengikuti jalannya upacara dengan seksama, serta mengusahakan semoga mereka tetap sanggup mengikuti seluruh rangkaian program dengan damai hingga akhir.

3. Mengupayakan semoga sebuah rangkaian program berjalan dengan baik, tertib, dan lancar semenjak awal hingga akhir.

Agar tugas-tugas pokok tersebut sanggup berjalan dengan baik, maka secara teknis seorang pembawa program harus melakukan hal-hal berikut ini:

1. Menyusun mata acara.

2. Mengecek alat pengeras bunyi terutama mikrofon, baik yang akan digunakan sendiri maupun oleh pembicara lain

3. Mengecek kesiapan program terutama terhadap orang-orang yang diberi kiprah sebagai pengisi acara

4. Mengecek kehadiran pembicara inti dan para usul khusus

5. Mengumumkan program demi program berdasarkan urutan dan tempo yang telah ditentukan. Demi tertibnya upacara, seorang pembawa program harus mengatur pembagian waktu secara cermat dan proporsional

6. Membawakan program demi program dari awal hingga final dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan professional

7. Di dalam mengantarkan program pembawa program harus pintar menentukan bahasa dan uraian yang bersifat menghormat, bukan perintah

8. Apabila diharapkan komentar terhadap isi pembicaraan hendaknya dilakukan secara selektif, yakni untuk hal-hal yang pokok dan penting saja

9. Menyimak jalannya upacara dengan seksama terutama menyimak setiap mata program yang telah dipandunya.

Secara umum, program sanggup dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu: program resmi, program keagamaan, program kekeluargaan, dan program hiburan (Wiyanto dan Astuti, 2004). Secara umum, dalam membawakan sebuah acara, sebelum program dimulai, pembawa program sanggup memberitahukan bahwa program akan segera dimulai dan meminta peserta/undangan untuk menempatkan diri dan duduk dengan tenang, bangku depan yang masih kosong mohon diisi dulu.



A. Acara Resmi

Acara resmi diselenggarakan oleh instansi, baik instansi negeri maupun swasta. Acara resmi dilaksanakan secara resmi, sesuai dengan ketentuan yang sudah baku, demikian pula pakaian yang dikenakan para penerima juga sudah ditentukan. Untuk penyelenggaraan program resmi biasanya didahului dengan penyelenggaraan gladi beberapa kali, mulai dari gladi kotor hingga dengan gladi bersih. Susunan program dalam program resmi sudah baku, sesuai dengan ketentuan.

Yang termasuk program resmi antara lain sebagai berikut:

1. Upacara Bendera

2. Upacara Peringatan Hari Besar Nasional

3. Upacara Pelantikan Pejabat

4. Upacara Serah Terima Jabatan

5. Upacara Penandatanganan Naskah Kerja Sama

6. Upacara Pembukaan/Penutupan Seminar

7. Upacara Wisuda

8. Upacara Promosi Doktor

9. Upacara Pengukuhan Guru Besar

10. Upacara Dies Natalis, dan sebagainya.

Berikut ini salah satu pola susunan program resmi dalam kegiatan pembukaan seminar.

Acara Pembukaan Seminar

a. Pembukaan

b. Prakata/Laporan Ketua Panitia Pelaksana Seminar

c. Sambutan Pejabat atasan pelaksana Seminar dilanjutkan dengan pembukaan seminar secara resmi

d. Istirahat

e. Pidato pengarahan pejabat tertentu

f. Persidangan seminar

Dalam program resmi, biasanya susunan program sudah tertulis rapi. Pembawa program tinggal membacanya. Ia juga boleh menambahkan salam pada dikala membuka program dan menyapa para peserta. Misalnya: “Selamat pagi, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, atau salam lain. Sapaan yang biasa digunakan “Ibu-ibu, Bapak-bapak, dan Saudara-saudara yang saya hormati. Kadang-kadang sapaan itu hanya berbunyi “Saudara-saudara yang berbahagia.

Dalam program resmi, sapaan tidak harus ada. Biasanya ada pembawa program yang membuka acaranya secara langung, ibarat pola berikut.


Upacara pembukaan seminar dengan tema …………. Sabtu, 30 Oktober ….. dimulai, dengan susunan program sebagai berikut:

………………………..

………………………..

………………………..

………………………..

Acara pertama, ………….
B. Acara Keagamaan

Sesuai dengan namanya, program keagamaan diselenggarakan oleh pemeluk agama tertentu. Ada dua macam program keagamaan, yaitu yang bersifat ibadah dan yang bersifat seremonial. Acara ibadah dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama, sedangkan program seremonial dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan masyarakat setempat. Dalam agama Islam misalnya, program shalat Idul Fitri dan Idul Adha di masjid ataupun di lapangan termasuk program ibadah, sedangkan program syawalan atau halalbihalal yang terkait dengan hari raya Idul Fitri termasuk program seremonial.

Acara keagamaan yang bersifat ibadah hanya dihadiri oleh pemeluk agama yang bersangkutan saja, sedangkan program keagamaan yang bersifat seremonial bisa dihadiri oleh pemeluk agama lain. Susunan program dalam program keagamaan disusun berdasarkan agama masing-masing. Dalam membawakan program pada program keagamaan perlu memperhatikan hal-hal yang terkait dengan tuntunan dalam agama yang bersangkutan.

Berikut ini pola susunan program untuk aneka macam pertemuan dalam program keagamaan khususnya peringatan hari besar agama.

1. Pembukaan

2. Prakata Panitia

3. Sambutan-sambutan

(Secara berjenjang dari pejabat yang paling bawah)

4. Uraian perihal makna peringatan tersebut

5. Istirahat/ Kesenian

6. Doa

7. Penutup

Dalam membuka program keagamaan, pembawa program umumnya mengucapkan salam khas/kutipan ayat-ayat kitab suci. Dalam program keagamaan agama Islam, misalnya, selain mengucapkan salam “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”, juga mengucapkan hamdalah “Alhamdulillah … dan kutipan ayat Alquran. Setelah itu, ia mengumumkan bahwa program dimulai dan memberitahukan acara-acara yang akan dilaksanakan.


C. Acara Kekeluargaan

Acara kekeluargaan biasanya diselenggarakan oleh perseorangan berkaitan dengan hajat keluarga. Susunan program dalam program kekeluargaan ini biasanya mengikuti budaya yang berlaku di suatu daerah/adat setempat. Tetapi mengikuti budaya ini juga tidak menjadi suatu keharusan. Dengan pertimbangan tertentu, susunan acaranya sanggup diubah sesuai dengan selera orang yang mempunyai hajat dan juga situasi yang dihadapi.

Yang termasuk program kekeluargaan antara lain sebagai berikut.

1. Syukuran

2. Ulang tahun

3. Khitanan

4. Tunangan

5. Resepsi pernikahan, dan sebagainya.

Berikut ini pola susunan program salah satu program kekeluargaan, yaitu resepsi pernikahan.

1. Pembukaan

2. Pembacaan Ayat-ayat suci Quran dan terjemahannya

3. Sambutan Tuan Rumah

4. Sambutan Wakil Pengiring Mempelai

5. Nasihat Pernikahan

6. Penutup (ramah-tamah)

Acara kekeluargaan sifatnya tidak resmi. Untuk itu, pembawa program tidak terlalu terikat. Ia mempunyai kelonggaran untuk berkreasi dan berbagi kemampuan berkomunikasi semoga program yang dipandunya menjadi lebih menarik.
D. Acara Hiburan

Acara hiburan mengutamakan pementasan yang diharapkan sanggup menghibur para penonton. Pementasan yang ditampilkan ada kalanya hanya satu jenis, tapi ada pula program hiburan yang menampilkan aneka macam jenis pementasan atau hiburan, contohnya pada program gebyar seni 17 Agustus.

Yang termasuk program hiburan antara lain adalah.

1. Malam kesenian

2. Panggung gembira

3. Pentas seni

4. Gebyar seni

5. Pagelaran Musik

Contoh susunan program hiburan antara lain ibarat berikut ini.

1. Pembukaan

2. Sambutan (singkat)

3. Hiburan (musik, tari, baca puisi, dsb.)

4. Penutup

Acara hiburan ini sifatnya gembira. Orang-orang yang tiba pada program itu juga berharap bisa terhibur, senang, dan gembira. Untuk memenuhi hal itu, pembawa program mempunyai kiprah yang sangat penting. Pembawa program harus pintar menyiasati situasi dan terampil menciptakan suasana gembira.

Cara yang sanggup digunakan antara lain dengan memuji undangan/ha­dirin perihal pakaiannya, ketertibannya, semangatnya, atau yang lainnya. Juga secara optimis memberitahukan bahwa hiburan yang akan disajikan berkualitas tinggi, sehingga bisa menghibur hadirin. Pembawa program sanggup memberikan pujian-pujian tersebut secara kocak, lucu, dan menghibur.

Kelancaran perpindahan dari satu mata program ke mata program yang lain menjadi tanggung jawab pembawa acara. Dalam program resmi, ia cukup menyebutkan/membacakan program berikutnya, kalau petugas sudah kembali ke tempatnya. Tidak perlu ada komentar pelengkap selain yang tertulis dalam susunan acara. Dalam program setengah resmi, pembawa program bisa menambahkan komentar seperlunya yang amat singkat. Dalam program tidak resmi, pembawa program sanggup menambahkan komentar, ilustrasi, humor, atau yang lainnya, di antara mata program yang satu dengan yang lainnya. Komentar, ilustrasi, humor, dan lain-lainnya itu harus diadaptasi dengan situasi dan tidak ada yang merasa tersinggung atau kurang dihargai.
Advertisement

Iklan Sidebar