Info Terbaru 2022

Faktor Kebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara

Faktor Kebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Faktor Kebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
            Keefektifan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebahasaan yang dikuasai olehnya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: ketepatan ucapan (tata bunyi), penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), dan kalimat efektif.
1.   Ketepatan Ucapan (Tata Bunyi)
            Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, sanggup mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang sempurna atau cacat tersebut juga sanggup menyebabkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam mulut biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh.
Sampai ketika ini, bahasa Indonesia belum mempunyai ucapan yang baku. Namun demikian, ucapan atau tata bunyi bahasa Indonesia yang dianggap baku yaitu tata bunyi yang tidak terpengaruh oleh logat kawasan atau dialek kawasan tertentu. Seorang pembicara yang baik dituntut untuk sanggup membuat imbas emosional yang diinginkan dengan suaranya.    
            Pengucapan kata-kata harus terang terdengar. Untuk itu, gerakan alat-alat ucap terutama lidah, bibir, dan gigi harus leluasa. Gerakan yang tertahan akan menjadikan bunyi yang keluar tidak normal, sehingga kurang terang terdengar. Demikian juga, volume bunyi harus pas, jangan terlalu lemah dan jangan terlalu keras. Kalau memakai pengeras suara, volumenya harus diatur sesuai dengan luasnya ruang dan banyaknya peserta.
Dalam hubungannya dengan olah bunyi atau tata bunyi ini, Pringgawidagda (2003: 9) memberikan hal-hal yang harus diperhatikan, berikut :
1.    Logat baku tidak bercampur dengan dialek tak baku.    
2.    Lafal harus terang dan tegas
3.    Nafas yang kuat biar sanggup menguraikan kalimat yang cukup panjang atau tidak terputus dalam wicara.
4.    Tempo (cepat lambat suara) dan dinamik (intonasi, tekanan, aksen) suara.
5.    Penghayatan, berbicara memerlukan penjiwaan biar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak sempurna akan menimbul­kan kebosanan, kurang menyenangkan atau kurang menarik atau sedikitnya sanggup mengalihkan perhatian pendengar.

2.   Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai
Kesesuaian penempatan atau penggunaan tekanan, nada, sendi, atau tempo dan durasi akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pendengar. Bahkan adakala merupakan faktor penentu. Kesalahan dalam penempatan hal-hal tersebut berakibat pada kurang jelasnya isi dan pesan pembicaraan yang ingin disampaikan kepada lawan bicara. Jika penyampaian bahan pembicaraan datar saja, hampir sanggup dipastikan akan menyebabkan kejenuhan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
Sebaliknya, kalau dalam berbicara seorang pembicara sanggup menggu­nakan hal-hal tersebut secara benar, maka pembicaraan yang dilakukannya akan berhasil dalam menarik perhatian pendengar dan balasannya pendengar menjadi senang, tertarik dan akan terus mengikuti pembicaraan yang disampaikannya.
 Tekanan berafiliasi dengan keras lemahnya suara, nada berafiliasi dengan tinggi-rendahnya suara, sendi atau tempo berafiliasi dengan cepat-lambatnya berbicara, dan durasi atau jeda menyangkut perhentian. Keempat hal itu harus sanggup dipadukan secara harmonis untuk memperoleh intonasi yang baik dan menarik.

3.   Pilihan Kata (Diksi)
            Variasi  pemakaian bahasa dipengaruhi oleh situasi pembicaraan. Bentuk variasi itu sanggup dilihat lewat perwujudan lafal, ejaan, pilihan kata, dan tata kalimat.  Faktor penting yang besar lengan berkuasa terhadap pilihan kata yaitu perilaku pembicara, yakni perilaku yang berkenaan dengan umur dan kedudukan lawan bicara yang dituju, permasalahan yang disampaikan, dan tujuan informasinya.
Dalam berbicara, pilihan kata yang dilakukan hendaknya yang tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya gampang dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pilihan kata dalam sebuah pembica­raan juga harus diadaptasi dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara atau berkomunikasi. Komunikasi akan berjalan lancar dan baik apabila  kata-kata yang dipakai oleh pembicara sanggup dipahami oleh pendengar dengan baik.
            Dalam hal pemilihan kata ini, Glenn R. Capp dan Richard Capp, Jr. (dalam Rachmat, 1999: 47-52) menyatakan bahwa bahasa mulut (termasuk pidato) harus memakai kata-kata yang jelas, tepat, dan menarik.
            Menggunakan kata-kata yang terang maksudnya bahwa kata-kata yang dipakai dalam memberikan pesan kepada para pendengar dihentikan menyebabkan arti ganda dan tetap sanggup mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk mencapai kejelasan tersebut, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut:
1.    Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)
2.    Gunakan kata-kata yang sederhana
3.    Hindari istilah-istilah teknis
4.    Berhemat dalam penggunaan kata-kata
5.    Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama dengan pernyataan yang berbeda.

Penggunaan kata-kata yang sempurna berarti bahwa kata-kata yang dipakai harus sesuai dengan kepribadian komuniukator, jenis pesan, keadaan khalayak, dan situasi komunikasi. Penggunaan kata-kata dalam pidato pertemuan resmi akan berbeda dengan kata-kata yang dipakai dalam pidato pertemuan tidak resmi atau informal. Untuk memperoleh ketepatan dalam penggunaan kata-kata, pembicara perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1.    Hindari kata-kata klise
2.    Gunakan bahasa pasaran secara hati-hati
3.    Hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut
4.    Hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan
5.    Jangan memakai penjulukan
6.    Jangan memakai eufemisme yang berlebih-lebihan.
 Selain harus sempurna dan jelas, kata-kata yang dipakai oleh seorang pembicara juga harus menarik, harus menyebabkan kesan yang kuat, hidup, menarik perhatian para pendengarnya. Untuk sanggup memakai kata-kata yang menarik, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut:
1.    Pilihlah kata-kata yang menyentuh eksklusif diri khalayak. Bahasa mulut sebaiknya bergaya percakapan, langsung, dan komunikatif.
2.    Gunakan kata berona, yaitu kata-kata yang sanggup melukiskan perilaku dan perasaan, atau keadaan. Warna kata biasanya dipengaruhi oleh asosiasi dengan pengalaman tertentu.
3.    Gunakan bahasa yang figuratif, yaitu bahasa yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyebabkan kesan yang indah. Untuk itu biasanya dipakai gaya bahasa. Gaya bahasa yang paling sering dipergunakan yaitu asosiasi, metafora, personifikasi, dan antitesis.
4.    Gunakan kata-kata tindak (action words), dengan cara memakai kata-kata aktif.

4.   Kalimat Efektif
            Berbicara pada hakikatnya yaitu memberikan kalimat-kalimat. Kalimat terdiri dari kata-kata yang mengandung pengertian. Setiap gagasan, pikiran, konsep, ataupun perasaan seseorang intinya akan disampaikan kepada orang lain dalam bentuk kalimat-kalimat.  Segala pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pembicara akan sanggup diterima dengan baik oleh pendengarnya apabila disampaikan dengan kalimat-kalimat yang benar, baik, dan tepat.
            Kalimat yang benar yaitu kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, yaitu harus disusun berdasarkan kaidah yang berlaku. Kalimat yang baik yaitu kalimat yang sesuai dengan konteks dan situasi yang berlaku. Kalimat yang sempurna yaitu kalimat yang dibangun dari pilihan kata yang tepat, disusun berdasarkan kaidah yang benar, dan dipakai dalam situasi yang sempurna pula. Kalimat yang benar dan terang yang sanggup dengan gampang dipahami pendengar sesuai dengan maksud pembicara disebut kalimat efektif.
Pesan yang disampaikan dalam sebuah pembicaraan akan sanggup dengan segera dipahami maksudnya apabila dipakai kalimat efektif dalam pembicaraan itu. Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpaut­an, pemusatan perhatian, dan kehematan.
            Ciri keutuhan dalam kalimat efektif akan terlihat bila setiap kata yang dipergunakan memang betul-betul merupakan bab yang padu dalam  suatu kalimat. Keutuhan kalimat juga ditunjukkan dengan adanya subjek dan predikat dalam kalimat tersebut. Perpautan, berafiliasi dengan kekerabatan antara unsur-unsur kalimat. Pemusatan perhatian pada bab ter­pen­ting dalam kalimat sanggup dicapai dengan menempatkan bab pen­ting tersebut pada awal atau final kalimat, sehingga bab ini menerima tekanan sewaktu berbicara. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata-kata ataupun frase .
            Kalimat sanggup menarik kalau ada variasi. Variasi kalimat sanggup dibuat melalui perpaduan panjang-pendek, letak SPOK, aktif-pasif, berita-tanya-perintah, dan pilihan kata.  Oleh alasannya yaitu itu, seorang pembi­cara perlu melengkapi dirinya dengan pengetahuan wacana teladan kalimat dasar dan jenis kalimat. Dengan bekal itu seorang pembicara sanggup menyusun kalimat-kalimat efektif yang menarik dan mempesona.
Advertisement

Iklan Sidebar