Info Terbaru 2022

Sebab-Sebab Utama Dan Cara Mengatasi Rasa Takut Dan Cemas Dikala Berpidato

Sebab-Sebab Utama Dan Cara Mengatasi Rasa Takut Dan Cemas Dikala
Berpidato
Sebab-Sebab Utama Dan Cara Mengatasi Rasa Takut Dan Cemas Dikala
Berpidato
Sebab-sebab Utama Rasa Takut dan Cemas Ketika Berpidato - Dalam hubungannya dengan penampilan di depan umum atau pidato, biasanya ada seseorang yang merasa takut dan cemas yang sering disebut dengan istilah demam panggung. Banyak hal yang sanggup menjadi penyebab rasa takut dan cemas ini. Perasaan ini juga tidak hanya dimiliki oleh pembicara pemula, tetapi juga sering dialami oleh pembicara yang telah berpengalaman usang dalam duduk kasus pidato.  Hendrikus (1991: 157) mengemukakan sebab-sebab utama rasa takut dan cemas sebelum tampil di muka umum atau pada ketika berpidato sebagai berikut:
  1. takut ditertawakan
  2.  takut berhenti di tengah pembicaraan lantaran kehilangan jalan pikiran
  3. takut akan orang yang lebih tinggi kedudukannya di antara pendengar
  4. takut lantaran tidak menguasai tema
  5. takut membuat kesalahan
  6. takut lantaran situasi yang luar biasa
  7. takut menerima kritik
  8. takut bila tidak sanggup dimengerti
  9. takut bahwa ceramah tidak lancar
  10. takut bila ungkapannya buruk dan tidak jelas
  11. takut kehilangan muka
  12. takut akan menerima pengalaman yang jelek
  13. takut lantaran membandingkan dengan pembicara lain yang lebih baik
  14. takut ditertawakan lantaran aksen yang salah
  15. takut bila keinginan pendengar tidak terpenuhi
  16. takut bila direkam atau difilmkan
  17. takut bila gerak mimik dan badan tidak sepadan, dsb.
Cara Mengatasi Rasa Takut dan Cemas 
Rasa takut dan cemas dalam berpidato sanggup diatasi dengan aneka macam cara. Di antaranya yang terpenting yaitu persiapan yang teliti!  Kalimat pertama dan terakhir harus sanggup dihafal!  Oleh lantaran itu seorang pembicara perlu sekali:
  1. membina kontak mata dengan pendengar
  2. mengembangkan kegiatan dari/pada mimbar
  3. jangan melambungkan tujuan terlalu tinggi
  4. menganggap pendengar sebagai kawan, bukan lawan
  5. berpikirlah bahwa Anda niscaya tidak akan sanggup memu­as­kan semua orang
  6. anggaplah tugasmu ini sebagai kesempatan untuk mengambarkan diri dan bukan ujian atau percobaan
  7. kegagalan hendaknya dianggap sebagai kemenang­an yang tertunda
  8. berusahalah untuk menenangkan diri dan batin lewat pernapasan yang baik
  9. pilihlah tema yang baik dan sempurna bagi pendengar
  10. pendengar tidak menentang Anda! Mereka tiba ha­nya untuk mendengar ceramah Anda
  11. ingatlah selalu kalimat ini: SAYA HARUS!  SAYA MAU!  SAYA SANGGUP!
  12. ingatlah bahwa segala keberhasilan di dalam hidup ini selalu didahului oleh rasa cemas dan takut.
Dalam kaitannya dengan adanya rasa cemas dalam berpidato atau tampil di depan umum, maka pembicara perlu memperhatikan dua belas aturan retorika, yaitu:
  1. Kepandaian berbicara sanggup dipelajari,
  2. Latihlah dirimu dalam teknik berbicara,
  3. Hilangkan perasaan cemas – latihlah berbicara sam­bil berpikir,
  4. Berpidato itu bukan membaca!
  5. Rumuskan tema pidato secara tajam!
  6. Pidato harus mempunyai bagan yang jelas!
  7. Awal yang menarik… epilog mengesankan!
  8. Saya tahu, saya mau, saya berhasil
  9. Tingkatkan argumentasi, dan siaga menghapi keberatan! 
  10. Yang membuat sang retor senang yaitu membawakan pidato!
  11. Bicaralah jelas!
  12. Latihan membuat juara!
Terkait dengan kesuksesan sebuah pidato, Hendrikus (2003) menyam­pai­kan ciri-ciri pidato yang baik, antara lain.
1.    Pidato yang saklik.
Pidato itu saklik apabila mempunyai objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran. Ada relasi yang harmonis antara isi pidato dan formulasinya, sehingga indah didengar. Ada relasi yang terang antara pembeberan duduk kasus dengan fakta dan pendapat atau evaluasi pribadi.
2.    Pidato yang jelas.
Pembicara harus menentukan ungkapan dan susunan kalimat yang sempurna dan terang untuk menghindarkan salah pengertian.
3.    Pidato yang hidup.
Untuk menghidupkan sebuah pidato sanggup dipergunakan gambar, kisah pendek, dan kejadian-kejadian yang relevan sehingga memancing perhatian pendengar. Pidato yang hidup dan menarik umumnya diawali dengan ilustrasi, setelah itu ditampilkan pengertian-pengertian aneh atau definisi.
4.    Pidato yang mempunyai tujuan.
Setiap pidato harus mempunyai tujuan, yaitu apa yang mau dicapai. Dalam membawakan pidato, tujuan pidato harus sering diulang dalam rumusan yang berbeda. Dalam satu pidato dihentikan disodorkan terlalu banyak tujuan dan pikiran pokok.
5.    Pidato yang mempunyai klimaks.
Berusahalah membuat titik-titik puncak dalam pidato untuk memperbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar. Klimaks itu harus muncul secara organis dari dalam pidato itu sendiri dan bukan lantaran mengharapkan tepukan tangan yang riuh dari para pendengar. Klimaks yang dirumuskan dan ditampilkan secara sempurna akan memperlihatkan bobot kepada pidato yang disampaikan.
6.    Pidato yang mempunyai pengulangan.
Pengulangan dalam sebuah pidato itu penting lantaran sanggup memperkuat isi pidato dan memperjelas pengertian pende­ngar. Pengulangan juga sanggup menimbulkan pokok-pokok pidato tidak cepat dilupakan. Yang perlu diingat yaitu bahwa pengulangan hanya pada isi dan pesan, bukan pada rumusan. Hal ini berarti bahwa isi dan arti tetap sama, akan tetapi dirumuskan dengan mempergunakan bahasa yang berbeda.
7.    Pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan.
Memunculkan hal-hal yang mengejutkan dalam pidato berarti membuat relasi yang gres dan menarik antara kenyataan-kenyataan yang dalam situasi biasa tidak sanggup dilihat. Hal-hal yang mengejutkan itu sanggup menjadikan ketegangan yang menarik dan rasa ingin tahu yang besar, tetapi tidak dimaksudkan sebagai sensasi.
8.    Pidato yang dibatasi.
Sebuah pidato harus dibatasi pada satu atau dua soal yang tertentu saja. Pidato yang isinya terlalu luas akan menjadi dangkal. Apabila berdasarkan pengamatan kita para pendengar sudah mulai risau atau bosan, maka pidato harus segera diakhiri.
9.    Pidato yang mengandung humor.
Humor dalam sebuah pidato itu perlu, hanya saja dihentikan terlalu banyak sehingga memberi kesan bahwa pembicara tidak sungguh-sungguh. Humor itu sanggup menghidupkan pidato dan memberi kesan yang tak terlupakan pada para pendengar.  Humor sanggup juga menyegarkan pikiran pendengar, sehingga mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pidato selanjutnya.

 Pidato Selanjutnya
Contoh Pidato Keutaaman Ilmu

Advertisement

Iklan Sidebar